Sabtu, 27 Juni 2015

Masjid Raya Baiturrahman Adalah Milik Bersama Rakyat Indonesia

MUNA, HUDA, dan FPI berupaya mengambil alih pelaksanaan ibadah di Masjid Raya Baiturrahman, 19 Juni 2015.
Aset sejarah bangsa adalah milik bersama, bukan milik satu kelompok saja


Mendengar aset sejarah bangsa baik berupa monumen, museum, gedung tua dan sebagainya untuk tempat perbuatan yang tak etis mungkin kerap kali terdengar bahkan kita saksikan sendiri. Ada yang salah dari sudut pandang mereka yang melakukannya, atau acuh tak acuhnya mereka pada aset sejarah bangsa. Perlahan tapi pasti, ini harus dihilangkan karena selain tidak sesuai dengan kepribadian bangsa juga mengotori makna historis bahkan makna-makna lainnya seperti religius yang tersirat dari aset-aset sejarah bangsa tersebut. Ini berlaku juga untuk pelaku tindakan kotor berbalut agama terhadap aset-aset sejarah bangsa.


Banyak orang yang tidak tahu, bahwa salah satu aset sejarah bangsa Indonesia di provinsi Nanggroe Aceh Darusalam tengah terancam di tengah himpitan persengketaan. Ini adalah persengketaan para alim ulama dengan suatu kelompok aliran agama yang menanamkan "dominasi" di Masjid Raya Baiturrahman,salah satu masjid bersejarah di provinsi tersebut. Sayangnya tidak ada i'tikad baik dari kelompok tersebut selama beberapa waktu sebelumnya. Tidak hanya soal penyalahgunaan aset sejarah yang satu ini, akan tetapi tata cara pelaksanaan ibadah masyarakat Aceh yang kita kenal sama sekali terkesan tidak terlihat di masjid bersejarah ini. Akhirnya unsur-unsur alim ulama dan ormas Islam pun datang dan menuntut agar masjid itu dikembalikan sebagaimana asalnya yakni milik bersama rakyat Indonesia umumnya, dan milik masyarakat Aceh khususnya.

Bangsa Indonesia yang baik adalah bangsa yang mau menjaga peninggalan sejarah. Sebagai salah satu aset sejarah bangsa, Masjid Raya Baiturrahman adalah milik dan tanggung jawab bersama bangsa Indonesia. Masjid Raya Baiturrahman juga merupakan saksi bisu perjuangan rakyat Aceh dalam melawan kekuasaan Belanda di Tanah Rencong. Selain itu, nilai religiusnya sebagai milik umat Islam di Indonesia pun jelas terlihat. Menyadari betapa besar dan pentingnya makna Masjid Raya Baiturrahman ini, sudah selayaknya kita semua ikut serta melestarikannya.

Hal itulah yang kemudian terlintas, maka kami menjadikan Sectie Van Batavia sebagai salah satu sarana pengajak dan sosialisasi perlindungan aset sejarah bangsa dari berbagai tindakan kotor seperti perilaku tidak etis, pembajakan, pemusyrikan, dan penghancuran. Ketika kami, para pendiri Sectie Van Batavia meresmikan perkumpulan ini, yang muncul di pikiran kami adalah kemungkinan besar perkumpulan pegiat dan pecinta sejarah ini akan menjadi salah satu perkumpulan yang tidak disukai oleh pihak-pihak tertentu, utamanya pihak-pihak yang ekstrem dalam agama. Karena seperti yang telah kami tegaskan, Sectie Van Batavia akan menjadikan cinta terhadap sejarah sebagai jalan menuju cinta terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ada banyak sekali situs-situs peninggalan sejarah di NKRI ini yang menjadi sasaran pemusyrikan seenaknya berdasarkan tafsiran mereka sendiri. Atau, minimal melakukan pembajakan terhadap aset sejarah bangsa yang berupa rumah ibadah yang tua legendaris karena nilai historisnya, sebagai tempat atau basis corong propaganda kelompok mereka.

Hal ini sangat tidak dibenarkan. Bagaimanapun, bangsa Indonesia tidak boleh kehilangan sejarah aslinya sendiri. Mengenai pembajakan demi kepentingan kelompok tertentu, Sectie Van Batavia berpandangan itu adalah pelanggaran berat. Aset sejarah bangsa, baik berupa rumah ibadah yang tua dan legendaris karena nilai historisnya adalah milik bangsa Indonesia, bukan milik satu kelompok saja. Apalagi sampai menimbulkan perdebatan hangat seperti kasus Masjid Raya Baiturrahman di Aceh yang mulai terangkat, setelah sebelumnya hanya menjadi persengketaan yang tak diketahui orang banyak. Tentu saja kasus semacam ini tidak akan diangkat di media-media mainstream, kecuali hanya mereka saja yang merasa peduli pada sejarah bangsa yang mau mengangkat kasus ini sehingga diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Sudah kewajiban segenap masyarakat Indonesia khususnya generasi muda untuk ikut serta menjaga peninggalan sejarah baik yang bernuansa agama mapupun non agama. Sejarah adalah salah satu identitas suatu bangsa, dan akar eksistensi suatu bangsa, peradaban, dan elemen-elemen lain yang membangun dan mendiami suatu wilayah. Melenyapkan peninggalan sejarah sama saja dengan memusnahkan jatidiri suatu bangsa. Dari kasus ini pula, kita bisa belajar dari masyarakat Aceh yang mau melestarikan peninggalan bersejarah yang ada di provinsi mereka.

Cintailah sejarah bangsamu, baik ataupun buruknya jadikanlah sebagai pelajaran untuk hari ini dan masa yang akan datang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan baik dan sopan sesuai etika dan EYD