Bogor Historical Community di Museum Perdjoangan (Perjuangan) Bogor, 25 Desember 2014
“Para
veteran nasional itu, meskipun seperti hilang ditelan waktu tetapi eksistensi
mereka tetap ada. Sosok-sosok tua itu tetap tegar dan teguh dalam menjalani
kerasnya kehidupan. Mereka adalah orang tua yang mengajarkan kita melalui
berbagai hal positif yang mereka lakukan, tentang keteguhan hati untuk NKRI.
Mereka tentu tidak ingin bangsa ini lupa akan sejarah, apalagi sejarah
perjuangan bangsa. Mereka tidak ingin generasi penerus mereka menjadi generasi yang
tidak tahu jati diri bangsanya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bukan saja
menghargai sejarahnya, tetapi juga menghormati sejarah itu sendiri.”
- Fajar M. Rivai
Ketika
kita mendengar kata “veteran”, yang terbayangkan dalam alam pikir kebanyakan
orang adalah sosok tua yang dahulunya adalah seorang prajurit atau pejuang yang
ikut dalam berbagai pertempuran melawan musuh demi keutuhan negara. Di
Indonesia, veteran kerap identik dengan sosok-sosok tua yang dahulunya ikut
berjuang melawan agresi militer Belanda sejak setelah Proklamasi Kemerdekaan
1945 hingga pengakuan kedaulatan di tahun 1949. Meskipun sebenarnya jika diakui
secara jujur, kategori veteran tidaklah terbatas untuk mereka yang berjuang
secara fisik pada masa itu saja.
Mereka
adalah orang-orang yang telah kenyang dengan asam garamnya pertempuran, pahit
geitrnya kehidupan di saat itu. Kehilangan rekan seperjuangan dan saat-saat sulit
yang menyedihkan tetap terpatri dalam benak mereka bahkan meskipun mereka telah
menjadi sosok-sosok tua yang tetap tegar menjalani kehidupan. Tetapi mereka
tetap konsisten berjuang mempertahankan hak kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang telah ada dalam genggaman bangsa Indonesia.
Seiring
berkembangnya dunia, eksistensi para veteran seperti hilang ditelan waktu.
Entah apa yang membuat mereka terabaikan. Segala bentuk produk globalisasi
dengan segala konsekuensinya, kiranya menjadi salah satu penyebab mengapa para
veteran seperti hilang ditelan zaman. Ya, generasi masa kini kebanyakan larut
dalam produk globalisasi tanpa sempat memperhatikan para veteran. Diperkirakan
masih banyak veteran yang belum dinaungi oleh LVRI. Mungkin, ini dikarenakan
hilangnya tanda bukti sebagai seorang veteran berupa lencana atau surat
penghargaan dalam partisipasinya di masa perjuangan dahulu telah hilang tanpa
sempat dibuat salinannya.
Itu
baru sebagian kecil saja dari sekian banyak kesulitan yang dihadapi para
veteran di hari tua mereka itu. Setelah mengetahui fakta itu, sudah seharusnya
kita menghormati dan mengakui mereka. Mereka tidak hanya pejuang, tetapi juga
orang tua kita. Pejuang sekaligus orang tua yang mengajarkan kita tentang
ketegaran menjalani kerasnya kehidupan melalui hal-hal positif yang mereka
lakukan, pejuang sekaligus orang tua yang ingin kita sebagai penerus mereka
tetap berkontribusi untuk NKRI, pejuang sekaligus orang tua yang menumpukan
harapan mereka kepada kita sebagai generasi yang sadar akan jati diri bangsa.
Sudah
seharusnya, kita selaku generasi penerus perjuangan mereka melakukan banyak hal
positif dalam rangka mengisi kemerdekaan yang telah didapat. Ada banyak yang
dapat kita lakukan, salah satunya dengan tetap mencintai dan menghayati sejarah
bangsa. Jangan pernah melupakan sejarah, begitulah pesan Ir. Soekarno (Bapak
Proklamator sekaligus presiden pertama Republik Indonesia). Pesan ini tentu
saja bukan hal yang asing bagi kita. Namun, pesan ini tetap harus kita
laksanakan.
Dari para veteran itulah, seharusnya kita dapat belajar mencintai sejarah. Dengan mencintai sejarah, kita akan dapat mengambil banyak pelajaran darinya. Menjadikan kita lebih berhati-hati dan arif dalam mengambil berbagai tindakan yang akan kita lakukan. Mencintai sejarah, utamanya itu sejarah bangsa, juga akan membawa kita pada rasa cinta terhadap NKRI sebagai tanah air tempat kita dilahirkan dan tempat akar eksistensi bangsa kita.
Kasihan melihat tubuh tubuh tua itu, apalagi mereka yang tidak ternaungi LVRI.
BalasHapus